-->
Weda Moksa https://wedamoksa.blogspot.com/2020/11/seandainya-hindu-tanpa-yadnya.html

Seandainya Hindu Tanpa Yadnya

Ilustrasi berYadnya

Entah apa yang merasuki pikiran saya yg bodoh ini. Tiba-tiba saja saya bisa berpikir seperti ini. Seandainya Bali kelak tanpa yadnya..?! Lalu apa yang akan terjadi..??

Maka, bagi orang-orang yang biasanya suka mengeluh tentang ribet dan padatnya rutinitas ritual beragama, sebagai orang Hindu Bali.. Mungkin ia akan merasa lega.. senang hatinya. Sebab waktunya nanti, tidak lagi akan banyak tersita dengan urusan rumitnya mejejaitan, metanding dan ngayah ke pura. Uangnya bisa terkumpul dalam pundi-pundi tabungan dan hidupnya menjadi lebih kaya..?! Sebab ia tak lagi harus saban waktu membeli bunga, janur, jajanan dan buah-buahan, untuk rupa sesajen banten suci. Rutinitas beragamanya pun nanti menjadi sederhana.. Cukup.. Ya cukup hanya dengan lantunan puja-puji dan doa-doa yang dikemas dalam nyanyian kidung rohani. Ohh begitu simpel (kah)..!? 

Jika benar kelak seperti itu, tentu tak akan ada lagi petani yg memilih profesi berkebun bunga untuk hidupnya. Yahh.. untuk apa..? Toh nanti orang-orang tak lagi sesibuk sekarang ini untuk urusan beragama. Tidak ada lagi orang-orang berjubel dipasar hanya untuk membeli bunga. Ayam, bebek dan babi pun menjadi tak begitu penting untuk di pelihara. Sebab cara pandang kesederhanaan dalam 'yadnya' beragamanya.. niscaya nanti juga akan diikuti oleh kesadaran tentang (konon) kemurnian ajaran agamanya.. Saat dimana mereka, orang-orang tak lagi mau makan serupa-rupa daging. Maka saat itulah, terbayang kemudian kehidupan beragama itu.. pada akhirnya berangsur-angsur akan menjadi sakral yang individualistis. Menjadi seolah-olah hanya urusan Aku, Keyakinanku dan Tuhan_ku.. Dan, hanyalah hafalan puja-puji sebait doa-doa sudah cukup sebagai bahasa penghantarnya..!

Lamunan saya buyar..!! Ketika dagang canang langganan saya telah usai metanding, dan siap menyerahkan sebungkus canang untuk saya.. Kemudian sayapun menerima bungkusan itu seraya membayar.. 

"Matur suksma pak..!!" ucap dagang canang itu.. sesaat setelah menerima uang dari saya.. 

"Dumogi laris nggih, bu..!!"
  
"Astungkara pak.. Disaat situasi seperti ini.. Suami tyang sampun tiga bulan ten megae.. Aget tyang medagang canang pak.. Tetep tyang polih rejeki..!!" dagang canang itu.. berucap penuh rasa syukur.

Seusai saya sembahyang.. Teringat lagi saya dengan kata-kata dagang canang tadi.. Saya merenung. Bahwasannya yadnya, bakti.. yang baru saja saya laksanakan.. Ternyata, tidaklah hanya semata-mata doa, rasa syukur, bakti.. permohonan pribadi saya saja.. Tetapiii.. bakti saya dengan srana canang yang sekecil ini dan sesederhana ini.. yg baru saja saya laksanakan Rupanya telah turut pula membagi rasa syukur saya atas rejeki dan karunia dariNya.. kepada dagang canang.. Dan pedagang canang itu.. tentulah pula telah menjadikan para pedagang janur dan bunga di pasar juga bersyukur atas rejeki yang diperolehnya.. Pedagang janur dan bunga di pasar.. akhirnya membuat para petani tersenyum bersama keluarga mereka..

Astungkara, kini saya menjadi sadar..! Begitu mulianya warisan para leluhur Bali tentang tatacara ritual meagama Hindu Bali ini. Dalam rangkaian banten, yadnya dan bakti.. Tanpa pernah saya sadari.. ternyata ia telah mampu memutar roda perekonomian, meramaikan pasar dan menghidupi umatnya.. 

Inilah sesungguhnya kesejatian ajaran para leluhur kita. Bahwa me'agamá bukanlah hanya semata-mata tentang hafalan puja mantra saja. Namunnn.. lebih dari semua itu.. Hendaklah meagama itu mampu menumbuh suburkan kehidupan. Sebab hidup itu mulia. Dan lebih mulia lagi jika didalam setiap yadnya, banten, puja doa dan bakti kita.. Kita selalu eling, ingat bahwasannya kita juga sedang berbagi tentang rasa syukur kepada sesama atas karuniaNya. 

DumogiRahayu

Share this post:

weda moksa
Posted by: weda moksa
With labels:
0 Komentar

Mohon untuk membaca Comment Policy sebelum meninggalkan komentar. ??

Notification